Jakarta, Indonesia – Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin global dalam teknologi kesehatan, hari ini merilis laporan Future Health Index (FHI) Indonesia 2023, memberikan gambaran tentang perkembangan lanskap kesehatan di negara ini. Laporan ini bertujuan menjadi platform untuk menilai kesiapan negara-negara dalam menghadapi tantangan kesehatan global dan membangun sistem kesehatan nasional yang berkelanjutan. Berdasarkan hampir 3.000 tanggapan dari 14 negara, termasuk Indonesia, laporan ini mengeksplorasi bagaimana sistem kesehatan berinovasi dalam memberikan pelayanan perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang terus berkembang.
Astri Ramayanti, Direktur Utama Philips Indonesia, mengatakan, “Laporan Philips Future Health Index 2023 Indonesia kali ini memperkuat urgensi perlunya adopsi teknologi untuk membangun sistem kesehatan yang lebih tangguh dan berorientasi pada pasien. Laporan ini juga menekankan kekuatan transformatif inovasi digital dalam meredefinisi pemberian layanan kesehatan guna menangani kompleksitas lanskap kesehatan di Indonesia serta mengakomodasi kebutuhan pasien yang semakin berkembang.”
Dengan perjalanan lebih dari 130 tahun sebagai perusahaan inovasi, Philips menawarkan portofolio yang kuat dan platform, informatika, serta layanan yang terintegrasi untuk mendukung transformasi digital industri kesehatan. Laporan FHI 2023 menggali persepsi pemimpin kesehatan dan profesional muda terhadap peran transformasi digital, menekankan integrasi perawatan tatap muka dan virtual di dalam dan di luar rumah sakit.
Teknologi untuk Mengurangi Tekanan Tenaga Kerja dan Memberdayakan Profesional Kesehatan
Laporan FHI Indonesia 2023 mengungkapkan komitmen kuat dari pemimpin kesehatan untuk memanfaatkan teknologi guna mengatasi kekurangan tenaga kerja, terutama di daerah pedesaan. Sebanyak 77% responden aktif menggunakan atau berencana menggunakan solusi kesehatan digital untuk tujuan ini, melebihi rata-rata global (56%).
Selain itu, para profesional kesehatan muda sangat tertarik untuk bekerja di institusi rumah sakit yang memiliki teknologi canggih. Satu-pertiga dari mereka memberikan prioritas akses ke kecerdasan buatan dalam perawatan kesehatan dan pengiriman perawatan terhubung saat memilih tempat kerja. Mereka menyebutkan pelatihan yang lebih baik tentang teknologi baru (46%) dan akses ke alat diagnostik canggih (42%) sebagai faktor kunci untuk meningkatkan perawatan pasien.
Investasi dalam Kecerdasan Buatan untuk Mengoptimalkan Pengiriman Perawatan dan Efisiensi Operasional
Pemimpin kesehatan Indonesia semakin beralih ke kecerdasan buatan untuk meningkatkan pemberian perawatan dan efisiensi operasional. Saat ini, hampir sepertiga (32%) berinvestasi dalam teknologi kecerdasan buatan, dengan 76% berencana melakukannya dalam tiga tahun mendatang.
Laporan ini menyoroti minat bersama dalam kecerdasan buatan di antara kedua kelompok, baik pemimpin maupun profesional muda. Kedua kelompok memprioritaskan penggunaan kecerdasan buatan untuk memprediksi hasil pasien, mendukung keputusan klinis, dan mengoptimalkan efisiensi operasional.
Model Pengiriman Perawatan Baru untuk Mengatasi Tantangan dan Membuka Akses ke Perawatan
Keinginan untuk melakukan cara baru dalam memberikan perawatan guna meningkatkan kesehatan bagi semua orang sangat terlihat di antara para profesional kesehatan muda Indonesia. Saat ditanya tindakan apa yang ingin dilakukan olehmanajemen rumah sakit atau fasilitas kesehatan mereka untuk memastikan bahwa cara baru dalam memberikan perawatan dapat meningkatkan hasil untuk pasien, mereka paling sering menyebutkan opsi yang berpusat pada komunitas, termasuk berkonsultasi dengan populasi rentan dan tidak terlayani (37%) dan membangun kemitraan di luar sistem kesehatan mereka untuk dapat memberikan perawatan sebaik mungkin (31%). Baik pemimpin maupun profesional muda juga menyebutkan bahwa berkolaborasi dengan komunitas lokal untuk meningkatkan kesehatan populasi (33%) sebagai keuntungan dari model pemberian perawatan yang baru.
Ke depannya, para pemimpin berencana untuk fokus pada perluasan akses ke laboratorium berbasis kantor (47%), pusat layanan tanpa janji (43%), dan tenaga kesehatan masyarakat (41%) dalam tiga tahun mendatang. Namun, para profesional muda lebih memprioritaskan implementasi tenaga kesehatan/perawat (79%), pusat layanan tanpa janji (78%), dan program literasi atau edukasi kesehatan (74%).
Selanjutnya, bukti secara klinis dan finansial mengenai manfaat model pemberian layanan baru akan menjadi pendorong penting untuk penerapan lebih lanjut oleh penyedia layanan kesehatan dan pengguna. Uji coba kecil yang dilakukan bersama mitra dapat membantu menghasilkan bukti tersebut, menunjukkan bagaimana inovasi digital dapat meningkatkan hasil kesehatan pasien serta pengalaman pasien dan staf. Demikian pula, kemampuan untuk mengukur kemajuan pada tujuan keberlanjutan lingkungan akan membantu mendorong inisiatif hijau dalam layanan kesehatan. Pada akhirnya, inilah cara pasien dan alam mendapatkan manfaat dari model pengiriman perawatan baru yang melayani semua orang, di mana pun mereka berada.
Sejak tahun 2016, Philips telah melakukan penelitian untuk membantu menentukan kesiapan suatu negara menghadapi tantangan kesehatan global dan membangun sistem kesehatan yang efisien dan efektif. Untuk informasi lebih lanjut tentang metodologi laporan Future Health Index